Pemerintah Harus Jaga Ketahanan Energi
Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih. Foto: Oji/nvl
Pemerintah diserukan menjaga ketahanan energi, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ini penting diperhatikan agar tak terjadi krisis energi ke depan, seperti menimpa Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan, akibat tak memiliki ketahanan energi dan pangan.
Demikian siaran pers oleh Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer yang diterima Parlementaria, Senin (5/9/2022). Selain energi, ketahanan pangannya juga perlu dijaga. Aktivitas impor yang tinggi harus jadi perhatian pula bagi pemeritah. Ia melihat, sektor energi dan pangan bisa mengalami goncangan hebat di masa depan, bila impor kedua sektor itu tak dijaga.
“Kita melihat ketahanan pangan dan energi masih banyak yang impor. Saya melihat kondisi kita yang terjadi saat ini dan berpotensi memburuk ke depan adalah masalah ketahanan pangan dan energi. Kedua hal itu akan menjadi substansi pokok ke depan. Inilah tugas dari KPPU, BSN, BPKS, dan BP Batam untuk mengawasi masuknya arus barang impor dan menggenjot ekspor. Untuk itulah badan-badan ini dibentuk,” jelas Demer.
Dikatakan legislator asal Bali ini, banyak negara jatuh, berawal dari ketahanan energinya yang lemah. Pandemi yang tak berkesudahan disusul perang Rusia-Ukraina, menyebabkan ketahanan energi di sebagian negara berkurang. Harga energi sangat mahal. Sementara ekspor neraca perdagangan mereka minus tidak bisa pinjam dana ke mana pun dan akhirnya tidak bisa impor enegi. Pada gilirannya, negara itu pun runtuh.
“Itu hal biasa karena begitu perekonomiannya jatuh, pemerintahannya juga ikut jatuh, baik itu negara demokratis maupun negara otokratis. Di Sri Lanka, misalnya, harga sepeda tiba-tiba naik lima kali lipat. Mobil sudah tidak bisa digunakan, karena tidak bisa impor minyak. Negaranya sudah tidak bisa pinjam uang kemana-mana, lalu tidak bisa beli energi untuk bahan bakar,” tambahnya.
Pemerintah, lanjut Demer, harus didorong menciptakan surplus perdagangan lewat empat badan tersebut di atas. Dengan produksi surplus berarti bisa melakukan ekspor. "Saya berharap dengan perdagangan yang surplus kita masih dipercaya banyak negara,” tutupnya. (mh/aha)